Bersyukur merupakan salah satu kewajiban
setiap orang kepada Allah. Begitu wajibnya bersyukur, Nabi Muhammad yang
jelas-jelas dijamin masuk surga, masih menyempatkan diri bersyukur kepada
Allah. Dalam sebuah hadis disebutkan, Nabi selalu menunaikan shalat tahajud,
memohon maghfirah dan bermunajat kepada-Nya. Seusai shalat, Nabi berdoa kepada
Allah hingga shalat Subuh.
Ketika Rasulullah SAW beribadah sampai kaki
beliau bengkak-bengkak, Sayidah Aisyah istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau beribadah sampai seperti itu,
bukankah Allah telah mengampuni segala dosamu?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah engkau suka aku menjadi hamba
Allah yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Muslim).
Bersyukur merupakan salah satu ibadah mulia kepada Allah yang mudah dilaksanakan, tidak banyak memerlukan tenaga dan pikiran. Bersyukur atas nikmat Allah berarti berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat-Nya. Dengan kata lain, bersyukur berarti mengingat Allah yang Mahakaya, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Penyantun.
Para ulama mengemukakan tiga cara
bersyukur kepada Allah:
Pertama,
bersyukur dengan hati. Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari
sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan
kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah
dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat
tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar
kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.
Seorang
yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat
memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa
yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi.
Kedua, bersyukur
dengan ucapan. Syukur dengan ucapan adalah mengakui dengan ucapan
bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Al-Quran mengajarkan agar pujian
kepada Allah disampaikan dengan redaksi "al-hamdulillah."
Hamd (pujian)
disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun
baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain. Kata "al" pada "al-hamdulillah"
oleh pakar-pakar bahasa disebut al
lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan".
Sehingga
kata "al-hamdu" yang
ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala
pujian adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara
kepada-Nya.
Seluruh anggota ini diciptakan Allah sebagai nikmat-Nya untuk kita. Lidah, misalnya, hanya untuk mengeluarkan kata-kata yang baik, berzikir, dan mengungkapkan nikmat yang kita rasakan. Allah berfirman, ”Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS Aldhuha [93]: 11).
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa hakikat syukur adalah menggunakan nikmat yang dikaruniakan oleh Allah untuk berbuat kebaikan dan ketaatan guna mendekatkan diri kepada-Nya.
Kita juga harus memahami bahwa semua nikmat yang kita peroleh adalah karunia Allah dan hanya merupakan titipan. Allah lah pemilik sejati dari semua nikmat itu. Karena statusnya hanya titipan, sudah sepatutnya kita menggunakan titipan itu sesuai kemauan yang menitipkannya kepada kita.
Oleh karena itu, kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah dan menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Dan, sebagai balasan-Nya, Allah akan menambah nikmat bagi kita di dunia dan akhirat. Aamiin... “Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih” (QS Ibrahim [14]: 7).
Tags yang terkait dengan syukur, cara bersyukur, pengertian syukur, ucapan syukur, doa syukur, syukur nikmat, sabar dan syukur, definisi syukur, kalimat syukur, puisi syukur, doa sujud syukur, kata ucapan syukur, ungkapan syukur, ayat tentang syukur, kata mutiara syukur, hadist tentang syukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar